Wednesday 29 January 2020

Dibalik 9/11

Berhubung tulisan ini merupakan yang pertama setelah Saya hiatus dalam menulis Blog selama 4 tahun, jadi mohon dimaklumkan bilamana terdapat kesalahan atau penulisan yang agak kaku.

11 September 2001, terjadi suatu peristiwa yang menggegerkan dunia, khususnya AS. Yaitu tertabraknya Gedung World Trade Center oleh dua Pesawat Komersil, dan jatuhnya sebuah Pesawat Komersil di Pentagon. Dan pada tahun 2004, Osama bin Laden yang merupakan petinggi Al-Qaeda, buka suara dan mengklaim bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Namun AS lebih dulu menyerukan perang terhadap aksi terorisme tersebut pada Oktober 2001 dengan mengirim pasukan ke Afghanistan, di mana kelompok Al-Qaeda diduga menetap.

Selama peperangan di Afghanistan yang melibatkan AS dan sekutunya melawan kelompok-kelompok yang sekarang Kita kenal dengan "Teroris", Pemerintah AS terus melakukan retorika dengan cara propaganda baik secara lokal, maupun global. Dengan cara menumbuhkan rasa nasionalis di antara para penduduk AS, mereka memasukkan pesan-pesan nasionalis ke dalam acara TV, film, baligo-baligo, bahkan setiap perangko yang dijual tertulis "UNITED WE STAND". Jika Kalian sering menonton film-film yang dibuat oleh AS (Hollywood), khususnya yang menceritakan tentang peperangan, AS selalu menjadi tokoh protagonis yang berperan sebagai pahlawan, belum jika Kita lihat produk-produk AS yang Kita konsumsi, itu semua menunjukkan bahwa AS sebagai Super Power yang mampu menjangkau seluruh penjuru dunia.

Di sisi lain Kita tenggelam akan retorika yang Kita bangun sendiri, bahwa Teroris merupakan Islam, dan Islam merupakan Teroris. Hal ini terbukti dengan munculnya Islam Phobia yang terjadi di AS dan sebagian Eropa. Di mana Umat Muslim seperti dikekang karena tak bisa mendapatkan hak secara sepenuhnya sebagaimana masyarakat lain yang tinggal di tempat yang sama di AS maupun Eropa. Belum lagi Mereka dikucilkan dalam kegiatan sosialnya.

Hal ini memang tak bisa dipungkiri, karena mayoritas berita yang benar-benar diblow up oleh media yang mengangkat isu terorisme hampir sepenuhnya melibatkan Umat Muslim sebagai tersangkanya, sedangkan teror yang dilakukan oleh Umat lainnya dianggap sebagai teror biasa dan tak mendapat perhatian lebih oleh masyarakat. Tak perlu bersikap munafik, jika Kita sendiri ditanya tentang apa itu teroris? Sebagian besar dari Kita akan menjawab "Aksi teror oleh Islam."

Kembali mengenai perang yang terjadi di Timur Tengah, mengapa AS sangat ngotot untuk melakukan itu. Ternyata AS memiliki kepentingan lain, jauh di atas misi yang selama ini Kita ketahui dengan tujuan balas dendam terhadap teroris. Bahwasanya AS melakukan perang di Timur Tengah dengan tujuan untuk mendapatkan kerjasama dengan para Taliban di Timur Tengah yang mana Kita kenal sebagai produsen minyak terbesar di dunia.

Seperti Kita ketahui, bahwasanya AS memiliki beberapa sekutu di Timur Tengah, yang sebagian terjalin akibat sama-sama ingin memerangi terorisme. Jika penjahat berada di sekitaran tempat Kita tinggal, maka Kita akan bekerjasama dengan pihak berwajib untuk memberantas para penjahat karena Kita merasa khawatir akan keberadaan para penjahat akan membahayakan diri Kita bukan? Kurang lebih seperti itu pemikiran para sekutu AS di Timur Tengah. Dengan terjalinnya kerjasama tersebut akan memuluskan langkah AS untuk melakukan kerjasama-kerjasama lainnya, termasuk untuk mendapatkan pasokan minyak dan gas dengan jumlah yang besar. Yang mana Kita ketahui juga bahwa minyak menjadi komoditas terpenting dalam beberapa dekade terakhir, dan menjadi bisnis yang sangat menjanjikan. Beberapa sekutu AS di Timur Tengah adalah Arab Saudi, Irak, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar. Yang mana Negara-negara ini merupakan beberapa produsen minyak terbesar di dunia.

Seperti dalam Buku yang berjudul "Rhetorical Democracy - Discursive Practices of Civic Engagement", karangan Gerard Hauser dan Amy Grim.

"What are the actual U.S. motives and goals in this war? There is some
evidence that the United States had been pressuring the Taliban in Afghanistan
long before September 11 to cooperate with plans for a new oil pipeline from the
Caspian Sea through the country. The world, its people, and its resources are fair
game for transnational corporations. But these corporations still have national
home bases to which their profits inexorably flow. When movements or rival states
threaten a nation-state's transnational corporations' or geopolitical interests, that
nation-state may respond with domestic policing or foreign military intervention.
War is the face of globalization that reveals it to be little different than the
imperialisms of any other capitalist period. But now, just as during the Persian
Gulf War, the U.S. public is not encouraged to think beyond the stated motives of
vengeance and elimination of terrorism."

"What are the actual and likely consequences for ordinary people of this war? It is not
likely that the war on terrorism will end terrorism. More likely, it will exacerbate
the anger and despair of Arabs and others in countries affected by the austerity
required of ordinary people by globalizers, the rain of bombs, the cruelty of
sanctions, and the support of the United States in the Middle East for something
that should be specified for what it is: colonialism and apartheid. In the process of
achieving its economic and geopolitical aims, the United States has already caused
the deaths of thousands of innocents, including as many as 3,800 people in
Afghanistan."

Selain mendapat pasokan minyak, AS juga melakukan penyerapan teknologi mengenai Kilang Minyak, sehingga kini AS mampu menjadi produsen minyak terbesar di dunia.

Dengan begitu, retorika yang dilakukan oleh Pemerintah AS telah berhasil, dan mampu mencapai tujuan yang memang sudah diatur sedemikian rupa, sehingga dunia mengenal AS sebagai pahlawan yang berani memerangi terorisme secara langsung. Namun di balik itu semua, sebenarnya AS melakukan neo-kolonialisme, dan praktek genosida di Timur Tengah.

No comments:

Post a Comment